A. PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu yang abstrak, hirarkis dan konsisten yang melandasi disiplin ilmu lainnya dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) saat ini juga dilandasi oleh perkembangan matematika. Oleh karena itu, di Indonesia mata pelajaran matematika diberikan dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Perguruan Tinggi (PT).
Belajar matematika tidak hanya bertujuan memperoleh pengetahuan tetapi juga diharapkan terbentuknya nilai dan sikap berikut (Mohammad Soleh, 1998: 9): kebiasaan bekerja baik (sistematis, fleksibel, imajinatif, kreatif), sikap positif (berminat, termotivasi, dan menyenangi pekerjaan), kemampuan belajar efektif (menyelidiki, memecahkan masalah, berpikir logis, rasional dan kritis, serta menghargai keteraturan dan keindahan), nilai-nilai positif atau akhlak yang baik (disiplin, jujur, efisien dan efektif, selalu mencari kebenaran).
Selama ini ada anggapan dalam mempelajari matematika hanya menggunakan otak kiri (intelektual) saja, sehingga siswa hanya menghapal tanpa pemahaman. Kondisi ini diperparah dengan pembelajaran guru yang hanya menekankan aspek penyajian materi tanpa menekankan pentingnya nilai-nilai luhur dalam matematika. Sistem pendidikan juga tidak mendukung, terbukti ukuran keberhasilan ditentukan oleh Ujian Nasional (UN) yang hanya mengukur kemampuan matematika sebagai aspek pengetahuan (kognitif).
Belajar matematika tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual saja. Agar berkembang, matematika membutuhkan kreativitas, imajinasi, estetika, akal budi, dan intuisi, dan kebenaran (M. Masykur dan Abdul Halim F, 2007: 68). Dalam belajar matematika perlu didukung kemampuan emosional (otak kanan) dan spiritual (hati), karena kemampuan intelektual (pikir) sangat dipengaruhi kemampuan emosional dan spiritual (Abdusysyakir, 2007: 28-29). Untuk mempelajari matematika dengan baik perlu ada aktivitas menikmati dan merasakan, di samping aktivitas berpikir.
Dengan pola pembelajaran yang memadukan beberapa aspek tersebut diharapkan aka adanya pemahaman peserta didik, tidak hanya aspek pengetahuan (kognitif) tetapi juga sikap terhadap matematika. Untuk mengaplikasikan konsep tersebut diperlukan sosok guru matematika yang mempunyai kompetensi tinggi dan profesional. Lantas seperti apa sosok guru yang diharapkan tersebut? Pada makalah ini akan dikaji dan diuraikan tentang profil guru yang profesional agar pembelajaran matematika dapat berkualitas sehingga meningkatkan mutu pembelajaran secara keseluruhan.
1. Kompetensi Guru
Armstrong (2004: 92) menyatakan kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk melaksanakan tugas yang dihubungkan dengan pekerjaannya. Finch & Crunkilton dalam Mulyasa (2005: 77) menyatakan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Senada hal tersebut Willy Susilo (2002: 6) menyatakan kompetensi (individu) adalah kombinasi pengetahuan, kemampuan/ketrampilan dan sikap yang dimiliki seorang karyawan sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) Bab IV Pasal 10 Ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa guru mempunyai 4 kompetensi yaitu:
2. Profesional
Sebagian besar menyatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang profesional. Istilah guru profesional dalam UUGD sebenarnya lebih sempit dibanding makna profesional itu sendiri. Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Saat ini istilah profesional sangat populer dan digunakan hampir untuk setiap pekerjaan (Kidd et al., 2004: 177 -178). Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional tidak sekedar kemampuan teknis mengajar dan penguasaan materi tetapi mencakup semua kompetensi lainnya.
Terdapat beberapa istilah yang saling berkaitan, yaitu profesi itu sendiri, profesional, profesionalisasi dan profesionalisme. Menurut Wadimin (2005: 45) Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan. Secara teoritis profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak disiapkan untuk itu. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang sesuai dengan tuntutan atau bidang pekerjaannya, dan dapat juga menunjuk pada orangnya. Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang profesional (biasanya melalui pendidikan dan latihan yang intensif) sesuai bidang pekerjaanya, sedangkan profesionalisme menunjuk pada derajat ketrampilan seseorang sebagai profesional. Profesionalisme juga mengacu pada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja sesuai kode etik profesinya.
Profesi guru menurut UUGD merupakan bidang pekerjaan khusus yang memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat (1), sebagai berikut:
Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik guru yaitu norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara (Depdiknas, 2008: 2).
Dengan bekal kompetensi profesional dan menjalankan kode etik yang telah disepakati tersebut diharapkan dapat ditemukannya sosok guru yang ideal. Kode etik guru tersebut terdiri:
C. SOSOK GURU MATEMATIKA YANG PROFESIONAL
1. Profesional Dalam Bidang Pengetahuan Matematika dan Pendidikan Matematika
Selain beberapa indikator di atas berdasarkan pengalaman dan kajian beberapa literatur (Toto Tasmara, 2001; Ary Ginanjar Agustian, 2005; Amir Tengku Ramli & Erlin Tri Sulianti, 2006; Amir Tengku Ramli, 2007 (a, b, c) untuk menjadi guru matematika yang profesional perlu memiliki beberapa kecerdasan emosi dan spiritual dalam hal kepribadian dan keseimbangan diri atau personal stability dan berusaha penulis rangkum sebagai berikut:
1. Guru perlu mengembangkan mentalitas yang tinggi
Untuk menjadi guru profesional selain memiliki berbagai kemampuan profesional maka harus mempunyai citra diri yang positif di depan peserta didik dan masyarakat berkaitan dengan penampilannya, yaitu:
D. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, sosok guru matematika yang ideal adalah adalah guru yang memiliki berbagai macam kompetensi dan kecerdasan yang terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari, baik ketika sebagai pendidik, di tengah komunitas profesi, maupun sebagai anggta masyarakat. Beberapa kecerdasan yang diuraikan di atas dapat dikelompokkan menjadi empat kecerdasan yang harus dimiliki sosok guru ideal yaitu kecerdasan: intelektual (otak kiri), emosional (otak kanan), spiritual (hati) dan pancaindera. Oleh karena itu itu sudah seharusnya sebagai guru berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Allah. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa yang cakap dan memiliki budi pekerti yang luhur.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdusysyakir, 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN Malang Press.
Amir Tengku Ramli, 2006. Memompa Teknik Pengajaran Menjadi Guru Kaya. Jakarta: Kawan Pustaka.
_________________, 2007a. Menjadi Guru Kaya. Bekasi: Pustaka Inti.
_________________, 2007b. Menjadi Guru Idola: Mengajar dari Kedalaman Cinta. Bekasi: Pustaka Inti.
_________________, 2007c. Menjadi Guru Bintang: Mengajar dengan Cahaya Hati. Bekasi: Pustaka Inti.
Amstrong, M., 2004. Performance Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Toni Setiawan. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Ary Ginanjar Agustian, 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ). Jakarta: Arga Wijaya Persada.
Depdiknas, 2005. Undang-undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
_________, 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Jakarta: Kegiatan Peningkatan Penghargaan dan Perlindungan Profesi Pendidik, Direktorat Profesi Pendidik Departemen Pendidikan Nasional.
Kydd L., Crawford M., Riches C., 2004. Professional Development for Educational Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Ursula Gyani. Jakarta: Grasindo.
Marsigit, 2008a. Guru Matematika Bertaraf Internasional. Artikel dalm Blog. Sumber: www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 21 Desember 2008. Akses: 28 Desember 2008.
Marsigit, 2008b. Indikator Guru Matematika yang Profesional. Artikel dalm Blog. Sumber: www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 26 Desember 2008. Akses: 28 Desember 2008.
Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007. Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Moh Uzer Usman, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mohammad Soleh, 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyasa, 2005. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sobel Max A., Maletsky Evan M., 2002. Mengajar Matematika: Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas dan Strategi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa: Suyono. Jakarta: Erlangga.
Toto Tasmara, 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak. Jakarta: Gema Insani Press.
Van De Walle John A., 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Alih Bahasa; Suyono. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wadimin, 2005. ”Profesionalisme Guru”. Artikel dalam Majalah Gerbang Edisi 2 th V - 2005
Willy Susilo, 2002. Audit SDM . Jakarta: PT Vorqistatama Binamega.
Belajar matematika tidak hanya bertujuan memperoleh pengetahuan tetapi juga diharapkan terbentuknya nilai dan sikap berikut (Mohammad Soleh, 1998: 9): kebiasaan bekerja baik (sistematis, fleksibel, imajinatif, kreatif), sikap positif (berminat, termotivasi, dan menyenangi pekerjaan), kemampuan belajar efektif (menyelidiki, memecahkan masalah, berpikir logis, rasional dan kritis, serta menghargai keteraturan dan keindahan), nilai-nilai positif atau akhlak yang baik (disiplin, jujur, efisien dan efektif, selalu mencari kebenaran).
Selama ini ada anggapan dalam mempelajari matematika hanya menggunakan otak kiri (intelektual) saja, sehingga siswa hanya menghapal tanpa pemahaman. Kondisi ini diperparah dengan pembelajaran guru yang hanya menekankan aspek penyajian materi tanpa menekankan pentingnya nilai-nilai luhur dalam matematika. Sistem pendidikan juga tidak mendukung, terbukti ukuran keberhasilan ditentukan oleh Ujian Nasional (UN) yang hanya mengukur kemampuan matematika sebagai aspek pengetahuan (kognitif).
Belajar matematika tidak hanya memerlukan kecerdasan intelektual saja. Agar berkembang, matematika membutuhkan kreativitas, imajinasi, estetika, akal budi, dan intuisi, dan kebenaran (M. Masykur dan Abdul Halim F, 2007: 68). Dalam belajar matematika perlu didukung kemampuan emosional (otak kanan) dan spiritual (hati), karena kemampuan intelektual (pikir) sangat dipengaruhi kemampuan emosional dan spiritual (Abdusysyakir, 2007: 28-29). Untuk mempelajari matematika dengan baik perlu ada aktivitas menikmati dan merasakan, di samping aktivitas berpikir.
Dengan pola pembelajaran yang memadukan beberapa aspek tersebut diharapkan aka adanya pemahaman peserta didik, tidak hanya aspek pengetahuan (kognitif) tetapi juga sikap terhadap matematika. Untuk mengaplikasikan konsep tersebut diperlukan sosok guru matematika yang mempunyai kompetensi tinggi dan profesional. Lantas seperti apa sosok guru yang diharapkan tersebut? Pada makalah ini akan dikaji dan diuraikan tentang profil guru yang profesional agar pembelajaran matematika dapat berkualitas sehingga meningkatkan mutu pembelajaran secara keseluruhan.
B. KOMPETENSI PROFESIONAL GURU
Guru merupakan faktor yang sangat dominan menentukan kualitas pendidikan. Guru memegang peran ganda sebagai pengajar dan pendidik. Guru dituntut tidak hanya sebagai pengajar yang mentransfer sejumlah materi pelajaran ke siswa, tetapi sebagai pendidik guru bertugas membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kretaif dan mandiri. Tugas yang berat tersebut hanya dapat dilakukan oleh guru profesional dan memiliki kompetensi tinggi. 1. Kompetensi Guru
Armstrong (2004: 92) menyatakan kompetensi adalah knowledge, skill dan kualitas individu untuk melaksanakan tugas yang dihubungkan dengan pekerjaannya. Finch & Crunkilton dalam Mulyasa (2005: 77) menyatakan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Senada hal tersebut Willy Susilo (2002: 6) menyatakan kompetensi (individu) adalah kombinasi pengetahuan, kemampuan/ketrampilan dan sikap yang dimiliki seorang karyawan sehingga mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) Bab IV Pasal 10 Ayat (1) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 28 Ayat (3) menyebutkan bahwa guru mempunyai 4 kompetensi yaitu:
- Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia;
- Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya;
- Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar pendidikan;
- Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
2. Profesional
Sebagian besar menyatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang profesional. Istilah guru profesional dalam UUGD sebenarnya lebih sempit dibanding makna profesional itu sendiri. Profesional sering diartikan sebagai suatu ketrampilan teknis yang dimiliki seseorang. Saat ini istilah profesional sangat populer dan digunakan hampir untuk setiap pekerjaan (Kidd et al., 2004: 177 -178). Beberapa ahli mengatakan istilah kompetensi profesional tidak sekedar kemampuan teknis mengajar dan penguasaan materi tetapi mencakup semua kompetensi lainnya.
Terdapat beberapa istilah yang saling berkaitan, yaitu profesi itu sendiri, profesional, profesionalisasi dan profesionalisme. Menurut Wadimin (2005: 45) Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab dan kesetiaan. Secara teoritis profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak disiapkan untuk itu. Profesional menunjuk pada penampilan seseorang sesuai dengan tuntutan atau bidang pekerjaannya, dan dapat juga menunjuk pada orangnya. Profesionalisasi menunjuk pada proses menjadikan seseorang profesional (biasanya melalui pendidikan dan latihan yang intensif) sesuai bidang pekerjaanya, sedangkan profesionalisme menunjuk pada derajat ketrampilan seseorang sebagai profesional. Profesionalisme juga mengacu pada sikap dan komitmen anggota profesi untuk bekerja sesuai kode etik profesinya.
Profesi guru menurut UUGD merupakan bidang pekerjaan khusus yang memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat (1), sebagai berikut:
- Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
- Memiliki kualifikasi dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugasnya.
- Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
- Mematuhi kode etik profesi.
- Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
- Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerjanya.
- Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara berkelanjutan.
- Memperoleh perlindungan hukum dalam rnelaksanakan tugas profesionalnya.
- Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum.
Dalam menjalankan profesinya guru harus taat dan tunduk pada kode etik guru yaitu norma dan asas yang disepakati dan diterima guru-guru di Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara (Depdiknas, 2008: 2).
Dengan bekal kompetensi profesional dan menjalankan kode etik yang telah disepakati tersebut diharapkan dapat ditemukannya sosok guru yang ideal. Kode etik guru tersebut terdiri:
- Guru berbakti membimbing siswa untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
- Guru berusaha memperoleh informasi tentang siswa sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
- Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
- Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
- Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
- Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
- Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
- Guru melaksanakan segala kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
C. SOSOK GURU MATEMATIKA YANG PROFESIONAL
Agar proses pembelajaran matematika berkualitas, maka diperlukan sosok guru yang profesional dalam semua aspek, baik keilmuan maupun sikap dan perilaku. Hal ini diharapkan melahirkan sosok guru ideal sehingga mampu mengantarkan peserta didik mencapai kompetensi matematika sebagai pengetahuan maupun sikap sehingga bisa diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Identifikasi tentang sosok guru matematika profesioanl terangkum dalam empat komponen professional di berbagai aspek: pengetahuan dan pendidikan matematika, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, profesi kependidikan matematika, dan stabilitas pribadi. Identifikasi tersebut merupakan pengalaman penulis dan kajian dari berbagai literatur yang relevan (Sobel & Maletsky, 2002; Van de Walle, 2008: 1 – 9, 38 – 62, Appendik B1; dan Marsigit, 2008a, b):1. Profesional Dalam Bidang Pengetahuan Matematika dan Pendidikan Matematika
- Guru menguasai matematika dan hakekat pembelajaran matematika
- Guru memahami tentang hakekat perkembangan siswa dan hakekat siswa belajar matematika
- Guru menguasai berbagai teori dan metode pembelajaran matematika
- a. Guru mampu mengembangkan Rencana Pembelajaran
- b. Guru mampu menyiapkan lingkungan belajar dan iklim belajar matematika
- c. Menguasai dan menerapkan keterampilan dan strategi mengajar
- d. Mampu menyiapkan dan menggunakan alat bantu pembelajaran matematika
- Guru menyesuaikan diri dan meningkatkan dengan perkembangan global kependidikan matematika
- Mampu menerapkan dan merefleksikan profesi kependidikan matematika
- Guru aktif sebagai anggota profesi pendidikan matematika
Selain beberapa indikator di atas berdasarkan pengalaman dan kajian beberapa literatur (Toto Tasmara, 2001; Ary Ginanjar Agustian, 2005; Amir Tengku Ramli & Erlin Tri Sulianti, 2006; Amir Tengku Ramli, 2007 (a, b, c) untuk menjadi guru matematika yang profesional perlu memiliki beberapa kecerdasan emosi dan spiritual dalam hal kepribadian dan keseimbangan diri atau personal stability dan berusaha penulis rangkum sebagai berikut:
1. Guru perlu mengembangkan mentalitas yang tinggi
- Memiliki visi, penuh tanggungjawab, disiplin dan proaktif terhadap tugasnya.
- Memegang teguh nilai-nilai profesi guru matematika dan kode etik profesi guru serta memegang teguh komitmen sebagai guru.
- Memiliki integritas yang tinggi dan citra diri yang positif
- Memiliki etos kerja tinggi dan menjauhi ketidakberdayaan
- Mempunyai keteguhan idealisme sebagai seorang pendidik.
- Mampu mampu memberikan keteladanan sebagai manusia berbudaya beradap, berbudi pekerti luhur, jujur dan beretika tinggi,
- Berjiwa besar menerima kekurangan murid, dan berempati
- Mampu mengemban amanah; dipercaya, menghargai dan menghormati orang lain.
- Mempunyai karakter yaitu teguh pada prinsip-prinsip dan keyakinan sebagai kekuatan diri, tidak terombang ambing pada situasi apapun,
- Sikap tenang, santun, memiliki akhlak mulia, memiliki iman yang kuat,
- Menghargai prinsip-prinsip kebenaran, mengekspresikan gagasan dengan berani, diikuti tenggang rasa dan menghargai gagasan atau perasaan orang lain,
- Mampu mengendalikan diri, santun tapi bersikap tegas,
- Melakukan proses pengajaran yang menumbuhkan nilai-nilai spiritual dan humanisme pada jiwa peserta didik.
- Mensyukuri segala kenikmatan yang berikan Allah atas profesinya sebagai guru
Untuk menjadi guru profesional selain memiliki berbagai kemampuan profesional maka harus mempunyai citra diri yang positif di depan peserta didik dan masyarakat berkaitan dengan penampilannya, yaitu:
- Kebersihan diri
- Cara Berpakaian
D. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, sosok guru matematika yang ideal adalah adalah guru yang memiliki berbagai macam kompetensi dan kecerdasan yang terpancar jelas dari karakter dan prilakunya sehari-hari, baik ketika sebagai pendidik, di tengah komunitas profesi, maupun sebagai anggta masyarakat. Beberapa kecerdasan yang diuraikan di atas dapat dikelompokkan menjadi empat kecerdasan yang harus dimiliki sosok guru ideal yaitu kecerdasan: intelektual (otak kiri), emosional (otak kanan), spiritual (hati) dan pancaindera. Oleh karena itu itu sudah seharusnya sebagai guru berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Allah. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa yang cakap dan memiliki budi pekerti yang luhur.
E. DAFTAR PUSTAKA
Abdusysyakir, 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN Malang Press.
Amir Tengku Ramli, 2006. Memompa Teknik Pengajaran Menjadi Guru Kaya. Jakarta: Kawan Pustaka.
_________________, 2007a. Menjadi Guru Kaya. Bekasi: Pustaka Inti.
_________________, 2007b. Menjadi Guru Idola: Mengajar dari Kedalaman Cinta. Bekasi: Pustaka Inti.
_________________, 2007c. Menjadi Guru Bintang: Mengajar dengan Cahaya Hati. Bekasi: Pustaka Inti.
Amstrong, M., 2004. Performance Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Toni Setiawan. Yogyakarta: Tugu Publisher.
Ary Ginanjar Agustian, 2005. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual (ESQ). Jakarta: Arga Wijaya Persada.
Depdiknas, 2005. Undang-undang No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
_________, 2008. Kode Etik Guru Indonesia dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia. Jakarta: Kegiatan Peningkatan Penghargaan dan Perlindungan Profesi Pendidik, Direktorat Profesi Pendidik Departemen Pendidikan Nasional.
Kydd L., Crawford M., Riches C., 2004. Professional Development for Educational Management. Terjemahan. Alih Bahasa: Ursula Gyani. Jakarta: Grasindo.
Marsigit, 2008a. Guru Matematika Bertaraf Internasional. Artikel dalm Blog. Sumber: www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 21 Desember 2008. Akses: 28 Desember 2008.
Marsigit, 2008b. Indikator Guru Matematika yang Profesional. Artikel dalm Blog. Sumber: www.pbmmarsigit.blogspot.com. Posting: 26 Desember 2008. Akses: 28 Desember 2008.
Moch Masykur & Abdul Halim Fathani, 2007. Mathematical Intelligence: Cara Cerdas Melatih Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar. Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Moh Uzer Usman, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mohammad Soleh, 1998. Pokok-Pokok Pengajaran Matematika Sekolah. Jakarta: Departemen pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyasa, 2005. Implementasi Kurikulum 2004: Panduan Pembelajaran KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sobel Max A., Maletsky Evan M., 2002. Mengajar Matematika: Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas dan Strategi. Edisi Ketiga. Alih Bahasa: Suyono. Jakarta: Erlangga.
Toto Tasmara, 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlak. Jakarta: Gema Insani Press.
Van De Walle John A., 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran. Jilid 1. Edisi Keenam. Alih Bahasa; Suyono. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wadimin, 2005. ”Profesionalisme Guru”. Artikel dalam Majalah Gerbang Edisi 2 th V - 2005
Willy Susilo, 2002. Audit SDM . Jakarta: PT Vorqistatama Binamega.
Disalin dari http://mulyatisolo.blogspot.com/2009/01/mengkaji-sosok-guru-matematika-yang.html
Terima Kasih pak contoh artikelnya membantu sekali... Suwun...
ReplyDeletesana-sama
Delete